Belajar Lebih Peduli Bersama Komunitas “KOPI Sastra”

Komplotan Penulis Imajinasi Sastra atau yang lebih dikenal dengan sebutan KOPI Sastra, kini mulai bergerak secara perlahan namun pasti dalam mewadahi para penikmat dan pegiat sastra. KOPI Sastra berdiri pada tanggal 17 Oktober 2008 di Bogor. Pendirian KOPI Sastra memang bermula seperti angin yang melintasi pikir Wahyudi dan Helmy Fahruroji dan kemudian berdomisili dalam kepala mereka. Hingga beberapa bulan kemudian pikiran tersebut menjadi sebuah gagasan untuk melahirkan sebuah komunitas sastra di Bogor.
Pemikiran tersebut muncul ketika mereka menyukai ruang lingkup sastra, terutama dalam menulis. Kendala yang mereka hadapi ialah bagaimana cara mencari wadah untuk menyalurkan tulisan-tulisan mereka. Dengan memberanikan diri, mereka mengadakan diskusi dengan beberapa teman kuliah di Universitas Pakuan Bogor. Pertemuan pertama sederhana, hanya sekedar mencari dukungan untuk menciptakan wadah bagi warga Bogor yang memiliki hobi menulis tentang nilai-nilai sastra.
Garapan utama pada waktu itu ialah para mahasiswa dan mahasiwi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pakuan Bogor. Hal tersebut dikarenakan mereka memang para mahasiswa yang mengambil jurusan tersebut. Kemudian muncul pemikiran-pemikiran untuk menumbuhkembangkan komunitas KOPI Sastra yang mereka lahirkan dengan menggarap para pelajar se-Kota Bogor.
Hingga tahun 2010, KOPI Sastra sudah membuktikan produktifitasnya dengan menerbitkan dua buku dan satu buah compact disk (CD) secara self publishing yang merupakan antologi karya-karya para pengikutnya yang aktif. Antologi-antologi tersebut dibuat sederhana karena anggaran yang digunakan diambil dari kocek para pengurusnya.
Perjalanan sebuah komunitas jelas tidak selalu mulus, begitu juga dengan KOPI Sastra. Ditengah-tengah perjalanan mengalami berbagai hambatan, kebanyakan para pengikutnya menghilang begitu saja. Padahal di komuitas KOPI Sastra tiap anggota sama sekali tidak dikenakan anggaran wajib. Bahkan, ketika para anggota yang berdomisili di luar kota Bogor apalagi luar provinsi atau pulau, cukup dengan mengirimkan karyanya via e-mail ketika ingin karyanya diterbitkan. Mungkin itulah salah satu sifat manusia, ingin semua serba instan, seperti halnya seseorang yang ingin buang air besar atau bermain sulap;  bimsalabim, jadi! 
Namun hingga 2011 ini, mereka tidak mau menyerah ditengah perjalanan. Tubuh mereka sudah terendam sebagian dalam kobangan sastra. Mereka amat-sangat cinta dengan KOPI Sastra. Mereka masih bisa melaluinya dengan senyum dengan lesung pipi yang merah merona. Hal tersebut dibuktikan dengan merilis web mereka, www.kopisastra.org untuk menaungi para penikmat dan pegiat sastra mengekspresikan karyanya. Web tersebut diciptakan oleh Menkominfo KOPI Sastra, Pry. Pembuatan situs tersebut juga merupakan sebagai penyambutan HUT Sastra Internet pada tahun ini. Peresmian web www.kopisastra.org direncanakan pada tahun ini, bertempat di dua kota, Bogor dan Bandung. Selain itu, KOPI Sastra juga akan siap menerbitkan antologi keempatnya pada tahun ini. Antologi yang biasa disebut APK (Antologo Pohon Kopi) itu juga direncanakan akan launching secara bersamaan dengan web www.kopisastra.org di dua kota tersebut.
Semoga komunitas KOPI Sastra menjadi salah satu medan sastra yang dapat menciptakan para sastrawan baru dengan kompetensi, intelegensi, dan kepedulian terhadap esensi-esensi seni-budaya yang tinggi.

» Selengkapnya...

Sastra dalam Pengembangan

Apakah nyemplung dalam kobangan sastra yang kemudian meminum air dan melumuri tubuh dengan lumpurnya itu ada batasnya?...

Melihat berbagai perkembangan yang terjadi dalam ranah sastra beserta konflik-konfliknya, sangat jelas bahwa bidang sastra ialah sebuah ruang meditasi yang terus meluas dan diminati banyak individu. Saat memperhatikan segelintir anak remaja SMP, SMA, dan Mahasiswa yang tertarik dengan dunia sastra, mungkin terpikir akan ada cetakan-cetakan baru atau regenerasi. Namun, setiap tingkat pemahaman yang dimiliki berbeda pada setiap individunya. Tidak sedikit seseorang yang memiliki potensi besar dan sesibilitas tinggi terhadap sastra, memilih bidang lain karena pola pikir yang ada dalam dirinya. Sebaliknya, seseorang yang memiliki sedikit potensi dan kepekaan standar bahkan cenderung lamban, sangat tertarik dengan sastra.

Tidak bisa dipungkiri, awal mula seseorang tertarik dengan sastra, sebenarnya ia sendiri tidak mengerti, bahwa, sesungguhnya ia telah mencelupkan kakinya pada kobangan sastra (terutama pada tingkatan SD dan SMP). Mereka belum mencapai temuan-temuan, bahwa, betapa menawan sekaligus peliknya dunia sastra. Menawan karena dengan sastra kita sadar akan esensi kehidupan, baik dari segi pribadi apalagi jika dikaji lebih mendalam dan universal. Pelik jika melihat kemudian menkaji konflik, fenomena, dan argumen-argumen yang terjadi hingga sastra terus berkembang seiring polemik-polemiknya. Dengan dan tanpa kita sadari ternyata, hal tersebutlah yang membentuk pola pikir menjadi lebih alamiah, sensitif,  dan kritis.

Jadi, apakah perlu kita membahas tentang polemik-polemik yang terjadi dalam perkembangan sastra yang pelik kepada anak yang sedang asik melukiskan kehidupannnya secara sederhana ke dalam sebuah karya?. Hal ini jelas bergantung kepada siapa pertanyaan tersebut ditanyakan. Menurut saya sendiri, hal ini tidak perlu dijelaskan secara gambalang terlebih dahulu. Biarkan mereka asyik bermain dengan tema dalam kehidupannya, melewati plot-plot dengan berbagai setting hingga menghadapi konflik dan mencapai klimaks. Ketika pola pikirnya mulai berkembang dan sensitif, ia akan menemukan amanat-amanat dari setiap hal yang dialaminya. Maka, munculah gagasan-gagasan baru yang bisa ia kembangkan.

Belajar sastra ialah belajar menelaah, menciptakan sensibilatas tinggi, mengembangkan pola pikir kritis yang sistematis, dan mencari kebenaran yang tersembunyi untuk dihayati sehingga mendapatkan solusi. Hal tersebut akan mewujudkan manusia menjadi manusia yang memiliki hati dan nurani dan berani. Seperti halnya konteks sastra yang pernah saya dengar dalam kuliah, bahwa, sastra itu dapat memanusiakan manusia.

» Selengkapnya...

Mengatasi Miskin Ide dalam Menulis #1

Sahabat, ini sebuah catatan teman tentang menulis, terutama menciptakan sebuah ide dengan belajar secara sederhana. Catatan yang di tulis oleh Abdee Nugraha ini semoga membantu untuk kita. Terutama untuk memulai belajar dan menumbuhkan minat terhadap menulis. Baik, kita simak pembelajaran di bawah ini:

‘Menulis tidaklah gampang’, itulah inti dari setiap ungkapan orang-orang yang mengalami kesulitan dalam menulis. Sulit mendapatkan ide adalah faktor utama dan faktor awal yang biasanya dialami. Inilah masalah yang paling sering muncul pada setiap penulis. Mereka mengistilahkan dengan miskin ide.

Istilah miskin ide sebenarnya kurang tepat disematkan pada manusia waras. Ide sebenarnya selalu ada, hanya saja nampak begitu kabur dan ketika nampak jelas rasanya sulit sekali diungkapkan apalagi dituliskan.

Ide adalah hal-hal yang terlintas di kepala seseorang sebagai pengembangan kerja panca indra. Ketika membayangkan bakso yang begitu pedas dimakan tengah hari bersama kawan-kawan sambil diselingi canda antarsesama saat makan, maka ide itu bermula dari makan bakso. Ketika mendengar lagu ‘Tikus-tikus Kantor’ karya Iwan Fals, terbesit dalam pikiran bagaimana wujud tikus dan kebiasaan tikus kantor, tikus berdasi, dan lain-lain. Maka, sebenarnya ide kita dimulai dari tikus tersebut. Atau ketika tidak memikirkan apa-apa, nampak di depan mata sebuah gorden digoyangkan angin, maka ide berawal dari gorden dan angin.

Setelah mendapatkan sesuatu dari panca indera, haruslah berpikir untuk akhirnya dapat muncul sebuah ide. Pengembangan itu bebas, tak ada aturan dalam mengembangkan ide. Bisa saja kejadian gorden angin mengakibatkan kita terpikirkan angin puting beliung yang menghabiskan rumah di tiga dusun. Semua warga mati kecuali Aisyah, remaja empat belas tahun yang masih perawan.  Aisyah terpaksa melupakan nafsu birahi yang sejak beberapa malam menghantuinya. Inilah contoh pengembangan paragraf hingga akhirnya tercipta sebuah ide.

Sebelum dikembangkan ide ini dalam bentuk tulisan, kita tentu harus begitu peka terhadap apa yang ada di sekitar kita. Haruslah dulu terbiasa menuliskan apapun yang dihasilkan panca indera. Dalam hal ini, membiasakan menuliskan setiap kata atau nama benda adalah syarat utama. Misal, karpet, kertas sapu, sofa, meja kaca, gelas, layar komputer, dan lain-lain.  Mulailah dari kata-kata.

Untuk mengembangkan penghasilan indera menjadi ide yang terkesan kreatif dan imajinatif memang dibutuhkan berpikir yang luas. Tapi, perlu diketahui bahwa berpikir luas pun bisa dilatih. Bila tadi membiasakan dengan menuliskan kata atau nama benda, kali ini tingkatannya lebih tinggi, yaitu klausa dan kalimat. Biasakan menuliskan apapun yang ada di sekitar atau apapun yang dihasilkan panca indera ke dalam bentuk kalimat. Contoh berdasarkan kata-kata di atas misalkan, ‘Karpet hijau yang sudah dua bulan belum dicuci masih terlihat mantap tegar di kamarku’, atau ‘Gelas yang kupakai minum semalam tiba-tiba raib dari atas meja. Padahal aku yakin sekali menyimpan gelas itu di meja, semalam. Setahuku belum ada satu orang pun yang masuk ke kamar ini, wong aku pun belum keluar!’.

Dengan melatih membiasakan menulis kata, nama benda, kemudian klausa dan kalimat, hingga paragraf, maka menulis sebenarnya tidaklah begitu sulit. Tinggal kita perhatikan hal-hal lain di luar ide.

» Selengkapnya...

Masukan Alamat Emailmu Di Sini:

Pengikut