Mengatasi Miskin Ide dalam Menulis #2

Memulai Tulisan (Membiasakan Menulis)
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Apa kabar wahai kawan-kawan pembaca? Senang sekali kita bisa bersapa meski hanya melalui tulisan. Agak lama memang terbitnya rentang tulisan pertama dan ke-dua menganai edisi ‘BELAJAR’ ini. Karena itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya atas keterlambatan ini. Bagi penunggu serial 'Receh' pun penulis mohon maaf karena kelanjutan cerita tersebut masih dalam tahap editing dan harus diselang dengan tulisan lain. Selain karena permintaan pembaca akan kelanjutan edisi 'Belajar#' ini, kemampuan penulis yang terbatas pun menjadi kendala dalam prodiktifitas dua edisi tulisan berkala ini. Jadi, dari pada memaksakan yang belum layak lebih baik tampilkan saja yang telah rampung, toh dua tulisan itu sama-sama bermanfaat (insyaallah, amin).

Sebelum beranjak pada masalah, terlebih dulu diberitahukan bahwa edisi ‘BELAJAR’ ini adalah realsasi ide-ide penulis dalam segala hal yang berkaitan mengenai dunia tulis-menulis, khususnya dalam karya sastra (baik prosa maupun puisi). Segala hal yang berhubungan dengan karya tulis sastra baik sistematika penulisan, masalah, serta faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menulis dituangkan di sini.

Memang sempat terpikir untuk tidak hanya mengangkat topik menulis saja, tapi juga membaca, menyimak dan berbicara. Hanya saja, untuk sementara ini menulis adalah hal yang paling memungkinkan untuk penulis angkat ke hadapan kawan sekalian. Namun, tidak menutup kemungkinan di kemudian hari disuguhkan pula seputar membaca, menyimak, berbicara, atau mungkin juga hal-hal di luar keterampilan berbahasa. Ini ditandai dengan hanya dicantumkan judul ‘BELAJAR’ tanpa diikuti kata yang lain.


Penulis mengakui bahwa tulisan-tulisan penulis tidak sempurna, karena itulah saran dan kritik membangun sangat diharapkan. Semoga bermanfaat!


Nina      : (panjang amat iyeu prolog kang!!!!)
Nunu     : (iyeu mah info teteh, sanes prolog, supados ka payunna jelas. Punten nya, upami memang kapanjangan. Hehehe…)
Nina      : (nya atuh sawios kang. Tapi kunaha geuning seueur kecap ‘tuangkan, suguhkan’, mani asa nyaba ka rorompok rerencangan tea kitu!)
Nunu     : (duka teuing abi ge, gara-gara sok ngopi sastra meureun, influence,Hehehe…)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Memulai tulisan, itulah yang masih banyak dikatakan sulit oleh mereka yang ingin menulis tapi belum terbiasa. Beberapa kawan sering mengadu, “Gua pengen banget nulis tentang itu. Itu kena banget, gua banget dah, tapi gua bingung harus mulai dari mana” atau seperti ini; “ “Sebenernya gua udah dapet alurnya, Nu. Gua harus nyeritain ini dulu, terus ke sini, baru ke situ. Tapi masalahnya gua bingung nulisnya. Kalimat yang harus gua tulisin itu apa? Gimana dulu awalnya?”

Sudah begitu banyak guru, dosen, penulis, penyair, sastrawan, atau penulis biasa menjawab dengan kalimat kira-kira seperti ini, ‘Tulislah apa yang saat itu kaupikirkan’. Maman S. Mahayana menerangkan kira-kira seperti ini, ‘Kalau mau belajar berenang, turunlah ke air, lalu berenanglah. Kalau mau belajar sepeda, naiki sepeda lalu kayuhlah. Kalau mau belajar menulis, pegang pena, lalu tulislah.

Secara sederhana ada dua pilihan cara yang bisa dijadikan patokan untuk memulai menulis. Cara pertama adalah ‘tulislah apa yang ada di sekitarmu’, dan kedua adalah‘tulislah apa yang terlintas di benakmu’. Pilihan ini dilakukan tergantung pada kebutuhan. Ketika memang sedang begitu semangat memikirkan sesuatu, maka biasanya cara ke-dua dilakukan. Bila sedang ingin menulis, tapi pikiran sedang kabur dan tidak fokus, maka cara pertama yang digunakan.

Cara pertama dilakukan ketika memang sedang ingin menulis tapi tidak sedang memiliki ide atau fokus pada sesuatu untuk dituliskan. Dalam Belajar #1 dijelaskan, kalau kita melihat gorden, maka tulislah ‘gorden’. Kalau gorden itu ditiup angin, maka tulislah ‘gorden itu ditiup angin’. Kalu kita melihat segelas kopi hitam yang tumpah, maka tulislah seperti itu adanya. Cara seperti ini berupa proses deskriptif. Cara ini sangat bermanfaat untuk membiasakan diri dalam menulis dan memulai tulisan, adakah itu tulisan ilmiah, fiksi, atau berita. Adapun nanti yang membedakan isi dan mengotak-kotakan jenis bahasa tulis adalah sumber dan tujuan tulisan itu sendiri.

Selanjutnya, cara ke-dua dilakukan ketika kita sedang semangat berpikir namun bingung untuk menuangkan kalimat awal. Caranya yaitu dengan menuliskan terlebih dahulu ide, kasus, atau sesuatu yang sedang ada dalam pikiran kita. Kalau saat ini yang ada di pikiran kita adalah kisah tentang seorang lelaki yang sakit hati karena wanita yang ia cintai dijemput pulang mantan pacarnya, maka awali tulisan dengan kalimat tadi, karena itu akan lebih mudah ditulis. Kalau sekarang yang ada di pikiran kita adalah raut muka seorang lelaki yang pucat pasi, gugup karena wanita yang ia cintai duduk dekat sekali, hanya lima jengkal di dekatnya, maka awali tulisan dengan seperti itu. Atau mungkin yang ada di pikiran kita adalah seorang bocah kumal, dekil, yang diam melamun dan merindukan keluarga yang telah mengusirnya karena tak menerima takdir cacat yang dimiliki sang anak, tulislah itu di kalimat awal.

Catatan paling penting dalam dua cara di atas yaitu JANGAN DULU MEMIKIRKAN ALUR!!!!  Tuliskan saja setiap kebutuhan cerita selain alur (plot), diantaranya tuliskan apa masalahnya, bagaimana awal masalahnya, bagaimana akhir ceritanya, siapa saja tokohnya, dan lain-lain. Intinya adalah apa pokok masalah, tema atau kasus apa yang akan kita angkat, itulah yang pertama kali harus kita tuliskan. Paling tidak cara ini bisa menjadi pemicu untuk kita lebih fokus akan tulisan kita.

Nanti (nanti lho), setelah semua kebutuhan cerita dirasakan cukup oleh anda (sebagai penulis), barulah lakukan pengeditan. Editlah sesuai dengan apa yang anda harapkan dan barulah di sini plot harus anda pikirkan.

“Tapi Nu, setelah gua coba, gua malah ragu sama kalimat yang gua tulisin. Kayaknya gak nyambung deh, nanti kalo gak nyambung gimana?”  Bila kasusnya seperti ini, maka sesungguhnya anda adalah pemikir hebat, orang hebat. Anda bisa tahu mana tulisan yang bagus, yang menarik, yang indah dan sebaliknya. Anda bertanya seperti itu berarti anda adalah orang berbakat. Namun, ternyata kepala anda terlalu liar berpikir. Anda hanya tinggal mengendalikan sedikit saja, mengatur emosi,sesuaikan dengan kebutuhan tulisan, lalu tulislah.

Djenar Maesa Ayu pernah bercerita bahwa Seno Gumira Adjidharma pernah berkata, ‘dari seribu tulisanmu pasti ada satu tulisan yang sangat bagus, jadi tulislah sebanyak mungkin’.


selesai

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Alamat Emailmu Di Sini:

Pengikut