Apakah nyemplung dalam kobangan sastra yang kemudian meminum air dan melumuri tubuh dengan lumpurnya itu ada batasnya?...
Melihat berbagai perkembangan yang terjadi dalam ranah sastra beserta  konflik-konfliknya, sangat jelas bahwa bidang sastra ialah sebuah ruang  meditasi yang terus meluas dan diminati banyak individu. Saat  memperhatikan segelintir anak remaja SMP, SMA, dan Mahasiswa yang  tertarik dengan dunia sastra, mungkin terpikir akan ada cetakan-cetakan  baru atau regenerasi. Namun, setiap tingkat pemahaman yang dimiliki  berbeda pada setiap individunya. Tidak sedikit seseorang yang memiliki  potensi besar dan sesibilitas tinggi terhadap sastra, memilih bidang  lain karena pola pikir yang ada dalam dirinya. Sebaliknya, seseorang  yang memiliki sedikit potensi dan kepekaan standar bahkan cenderung  lamban, sangat tertarik dengan sastra.
Tidak bisa dipungkiri, awal mula seseorang tertarik dengan sastra,  sebenarnya ia sendiri tidak mengerti, bahwa, sesungguhnya ia telah  mencelupkan kakinya pada kobangan sastra (terutama pada tingkatan SD dan  SMP). Mereka belum mencapai temuan-temuan, bahwa, betapa menawan  sekaligus peliknya dunia sastra. Menawan karena dengan sastra kita sadar  akan esensi kehidupan, baik dari segi pribadi apalagi jika dikaji lebih  mendalam dan universal. Pelik jika melihat kemudian menkaji konflik,  fenomena, dan argumen-argumen yang terjadi hingga sastra terus  berkembang seiring polemik-polemiknya. Dengan dan tanpa kita sadari  ternyata, hal tersebutlah yang membentuk pola pikir menjadi lebih  alamiah, sensitif,  dan kritis.
Jadi, apakah perlu kita membahas tentang polemik-polemik yang terjadi  dalam perkembangan sastra yang pelik kepada anak yang sedang asik  melukiskan kehidupannnya secara sederhana ke dalam sebuah karya?. Hal  ini jelas bergantung kepada siapa pertanyaan tersebut ditanyakan.  Menurut saya sendiri, hal ini tidak perlu dijelaskan secara gambalang  terlebih dahulu. Biarkan mereka asyik bermain dengan tema dalam  kehidupannya, melewati plot-plot dengan berbagai setting hingga  menghadapi konflik dan mencapai klimaks. Ketika pola pikirnya mulai  berkembang dan sensitif, ia akan menemukan amanat-amanat dari setiap hal  yang dialaminya. Maka, munculah gagasan-gagasan baru yang bisa ia  kembangkan.
Belajar sastra ialah belajar menelaah, menciptakan sensibilatas  tinggi, mengembangkan pola pikir kritis yang sistematis, dan mencari  kebenaran yang tersembunyi untuk dihayati sehingga mendapatkan solusi.  Hal tersebut akan mewujudkan manusia menjadi manusia yang memiliki hati  dan nurani dan berani. Seperti halnya konteks sastra yang pernah saya  dengar dalam kuliah, bahwa, sastra itu dapat memanusiakan manusia.



0 komentar:
Posting Komentar