KOTA MASA DEPAN
Cerpen karya Helmy Fahruroji tentang tempat tinggalnya, Bogor. Cerpen ini pernah dimuat pada buku "Jurnal Sastra Ruang Melati"
"Assalamualaikum,
apa kabar saudaraku sekalian......."
Lantunan lagu itu terus
berdering pada sebuah telepon genggam. Beberapa kali nada dering itu
berputar-putar, rupanya orang yang menghubungi sangat berharap panggilan itu
segera terhubung dengan sang pemilik hand phone itu. Tetapi apa yang bisa
dilakukan oleh seseorang yang menghubunginya sebab terbatas dengan jarak. Tidak
lama berselang suara dering hand phone itu pun berhenti, mungkin seseorang yang
menghubungi hand phone itu sudah jengkel dan bosan bahkan habis kesabarannya.
Kini suara dering pendek yang berbunyi dari hand phone itu.
Sementara itu, aku baru saja
keluar dari kamar mandi sebab waktu sudah hampir siang, aku harus segera
berangkat ke sekolah untuk mengajar. Hari ini begitu sejuk terasa udara
menjelang siang, hanya saja terik matahari sudah mulai mengeluarkan amarahnya
dan siap untuk menyengat siapa saja yang berada di bawahnya. Tanpa basa-basi
aku mencari seragam kerjaku. Semua sudah beres sekarang, ah.... hampir saja hand
phone tertinggal. Aku mulai melihat apakah ada pesan hari ini untuk kubaca. Aku
terkejut sejenak, ketika melihat sudah ada tiga belas panggilan tak terjawab
dan tiga pesan masuk.
Bu Nabila dan Pak Huseini
sudah berulang-ulang kali berusaha menghubungiku hari ini. Aku mulai membuka
dan membaca pesan satu persatu. Pertama, Bu Nabila memberitahukan kalau hari
ini Jalan Baru sedang ada perbaikan dan ia memberi saran agar aku jangan
menggunakan jalan itu untuk menuju sekolah, pesan yang kedua dari Pak Huseini
juga berpesan demikian. Sementara satu pesan lagi yang harus aku baca, pesan
itu dari kepala sekolah, ia berpesan bahwa aku harus segera tiba di sekolah
untuk menghadiri rapat. Sekarang aku harus segera tiba sampai sekolah tetapi
jalan yang biasa aku lewati sedang ada perbaikan, terpaksa aku harus memutar melalui Atang Sanjaya dengan resiko
telat menghadiri rapat di sekolah. Ya... harus bagaimana lagi?...
Aku jadi bingung, memang ada
apa dengan Jalan Baru sehingga harus diperbaiki?... menurutku jalannya masih cukup bagus. Tapi
itulah pesan yang aku dapatkan dari sahabat seprofesi sebab mereka tinggal di
Kota Bogor, mereka lebih mengetahui tentang hal itu. Memang saat ini sedang
banyak perkembangan yang terjadi di Kota Hujan itu, selama aku bekerja sebagai
staff pengajar di SMP Tahun 45 Bogor sudah banyak aku melihat “perkembangan” dari waktu kewaktu baik
dari segi pembangunan, pendidikan, dan transfortasi.
Aku melihat dari segi
pembangunan sekarang ini sudah semakin ramai dibangun pusat perbelanjaan yang
terlihat metropolis di sektor sana di sektor sini, selangkah saja kita berjalan
sudah nampak bangunan berdiri tegak yang dengan sombong menatap wajah-wajah
kaum miskin. Dari segi pendidikan sekarang pelajar sudah mulai bisa unjuk gigi
di jalan sambil membentangkan spanduk dan menyanyikan yel-yel tentang
pemberontakan terhadap apa yang mereka tidak setujui, dengan referensi untuk
kesejahteraan kaum minkin. Sedangkan apabila menatap perkembangan yang paling
pesat adalah dalam bidang transfortasi, kita bisa melihat sarana transfortasi
yang semakin bertumpuk di sisi-sisi jalan yang memiliki kepentingan untuk umum
tetapi menimbulkan masalah dengan kepentingan umum itu sendiri. Macet, itu yang
kini ditimbulkan seiring pesatnya perkembangan sarana transfortasi.
Sepeda motorku berjalan
perlahan seiring waktu yang harusnya lebih cepat untuk tiba di sekolah. Hal ini
disebabkan jalan yang sudah mulai dipenuhi dengan kendaraan sehingga aku
berkendara harus perlahan. Selain itu nampak jalan yang masih terdapat
lubang-lubang di sisi jalan sehingga membuat kendaraan yang berjalan semakin
pelan. Indahnya melalui jalan ini adalah apabila sudah tiba pada jalan sebelum
RS. Karya Bakti hingga Merdeka. Di sana masih terdapat suasana sejuk, karena
masih adanya pohon-pohon besar yang tertancap kuat pada setiap sisi jalan.
Namun, jika sudah tiba di Mawar?...
Heuh.... gersang!
Lebih nikmat lagi jika
dipadukan dengan kemacetan ketika tiba pada pasarnya. Kita bisa merasakan
betapa nikmatnya siraman cahaya mentari seakan kita baru saja keluar dari berendam
di pantai karena kucuran keringat yang membasahai seluruh badan. Belum lagi
jika harus merasakan harumnya sayur dan buah-buahan yang membusuk ditumpukan
sampah yang berserakan.
Luar biasa memang Kota Hujan ini!
Pukul 08.15 WIB akhirnya aku
tiba pada halaman sekolah. Setelah sepeda motor kuparkir dan kutitip pada Pa
Ujang yang bekerja sebagai Satpam di sekolah, aku segera menuju ruang rapat
dengan pakaian yang terasa basah pada bagian ketiak sehingga menimbulkan
sedikit aroma yang mengganggu diriku apalagi orang lain. Sungguh tak sedap.
“Assalamualaikum”.
“Waalaikumsalam Wa’rahmatullahi Wa’barakatuh”.
Aku hafal benar jawaban salam yang lengkap itu pasti
dari Pa Huseini dan Bu Nabila, sebab mereka selalu menjawab salam dengan penuh.
Sementara yang lain menjawab secukupnya. Semua mata yang berada pada ruang itu
menatapku aneh, entah kenapa, mungkin karena aku terlambat. Sementara Pa
Huseini dan Bu Nabila tersenyum sambil sedikit tertawa atau dalam bahasaku sering
disebut nyengir melihat keadaanku.
Aku merapihkan kursi dan segera duduk mencoba memberi perhatian pada masalah
rapat hari ini, meskipun keadaan sulit untuk berkonsentrasi. Untungnya ruang
rapat ini ber_AC, aku dapat menenangkan pikiran dengan merasakan kesejukan yang
dikeluarkannya.
Jam sepuluh kurang, rapat
sudah selesai aku keluar untuk mencari materi pemelajaran hari ini. Belum
beberapa langkah aku berjalan Pak Huseini memanggil.
“Pak Fachru, kemana saja?... saya hubungi tidak ada
jawaban.”
“Aduh... maaf Pak Husein waktu bapak menghubungi saya
sedang di kamar mandi.”
“Tidak apa-apa. Tadi lewat jalan mana pak?...”
“Saya lewat Semplak Pak Husein. Oh iya pak, memangnya
sedang ada apa dengan Jalan Baru?... Kenapa ada perbaikan?...”
“Ya... biasalah pak, kota kita ini akan dijadikan Kota
Masa Depan.”
Tiba-tiba Bu Nabila menyambung pembicaraan kami, ia
tidak mau tertinggal tema pembicaraan kami tentang pembangunan yang
terus-menerus diadakan di Bogor.
“Benar Pak Fachru, Bogor ini akan dijadikan kota yang
terus berkembang dalam setiap segi.”
“Kota masa depan?.... Kota yang terus berkembang?...
Kota metropolitan maksudnya?...” sahutku penuh tanda tanya.
“That’s Right.” Jawab guru Bahasa Inggris yang biasa
saya panggil Bu Nabila itu.
“Jadi, Kota Hujan sekarang ini tidak hanya diguyur
oleh hujan lebat dan angin kencang tetapi juga hujan gedung-gedung tinggi,
hujan angkutan kota, dan hujan polusi.” Pak Huseini menerangkan, kemudian ia
tertawa setelah mengatakan hal itu. Begitu juga Bu Nabila dan aku.
“Ya... tetapi kita jangan dulu mengambil dampak
negatif dari pembangunan dan perkembangan ini, justru sekarang kita yang harus
berusaha memperkecil dampak negatif itu dan menanamkan efek positifnya bagi
masyarakat terutama pada peserta didik kita, agar mereka tidak menyalah gunakan
kata Metropolitan.” Sahut Bu Nabila bijaksana. Sementara aku melihat Pak
Huseini hanya mengangguk-anggukan kepalanya serius.
“Ya baiklah Bu, sekarang saya mau memberi efek positif
itu pada murid saya sebab saya ada jadwal di kelas IX B. Assalamualaikum.”
Ucapku sambil tersenyum dan kata-kataku itu juga membuat mereka tertawa kecil.
“Waalaikumsalam Wa’rahmatullahi Wa’barakatuh.”
Jawabnya.
Aku sesekali melihat mereka,
dan mereka terlihat masih asyik membicarakan sesuatu, entah masih tentang kota
masa depan atau masalah lainnya. Tetapi memang benar apa kata Bu Nabila tadi,
sebelum terlambat kita harus lebih banyak memberikan efek positif dari
perkembangan yang terjadi di kota masa depan ini sebelum disalah artikan oleh
masyarakat terutama kalangan pelajar yang keadaan psikologisnya masih labil.
Mungkin itulah tugas yang sekarang harus dikerjakan, mengimbangi dan bersaing
dengan perkembangan pembangunan, bukan hanya bersaing antarindividu yang
memiliki intelegensi tinggi atau individu yang memilih jalan menyimpang karena tidak
tertanam integritas dalam dirinya. Semakin berkembang berarti semakin berat
persaingan yang terjadi dan akan semakin luar biasa efek atau dampak yang
ditimbulkan. Jadi, mulai sekarang aku harus siap dengan pesaing-pesaing baru
yang terus bermunculan bahkan dimunculkan, siap untuk disikut, dilempar, dan
ditendang.
Saat ini, sekarang ini, dan masa-masa ini mungkin aku
hanya bisa mengucapkan
“Selamat Datang Metropolitan”
Untuk kalian yang ingin singgah silahkan dan,
“Selamat Menikmati Kota Masa Depan”.
0 komentar:
Posting Komentar