
Antologi Puisi Diah Hadaning, Yvonne De Fretes dan Iriani R. Tandy.
Featuring puisi Toeti Herati Noerhadi
Kata Pengantar: Eka Budianta
Cetakan Pertama: Desember 2012
ISBN: 978-602-8966-42-9
Tebal: 112 hal
 Puisi ditulis dan dibaca untuk membebaskan hati dan 
pikiran manusia.  Banyak yang memperlakukan puisi sebagai alat 
komunikasi. Ada juga yang melihat puisi sebagai media ekspresi jiwa 
melalui tulisan, kata-kata.  Tetapi ada juga yang menulis dan membaca 
puisi sebagai terapi kejiwaan. Misalnya untuk menyembuhkan luka batin, 
menghapus dahaga, mengobati sakit hati akibat putus cinta, dan 
seterusnya.
 Buku ini disusun oleh tiga perempuan yang telah 
berpengalaman menulis dan membaca banyak puisi.  Diah Hadaning, yang 
lahir di Jepara sebelum Republik Indonesia merdeka, bahkan telah 
memproduksi banyak buku puisi.  Ia juga membacakan karya-karyanya di 
dalam banyak pertemuan.  Yvonne de Fretes juga penyair yang produktif. 
Dia menggunakan puisi sebagai alat dokumentasi dan sarana berbagi 
pengalaman. Yvonne lebih terlatih memilih kenangan apa yang harus 
dicatatnya.  Ia juga menggunakan referensi yang diharapkan sudah 
dipahami oleh banyak pembaca.  Membaca sajak-sajak Yvonne, membuat kita 
diingatkan bahwa kita sebenarnya kaya, dan berdaya.  Iriani R. Tandy 
mempunyai peluang yang sangat besar untuk menunjukkan kekayaan budaya 
dan latar-belakang alam Sumatera, yang telah membesarkannya.
 Tiga perempuan yang menyajikan karya-karyanya dalam 
buku ini, sesungguhnya berpacu dalam meramu, mengolah dan menyajikan 
kebajikan dan kebajikan personal mereka dalam kaitan dengan bahasa 
Indonesia.
 Kita gembira menyambut tiga perempuan dengan medan pergulatan yang berbeda-beda ini.
 Seandainya mereka disatukan di sebuah meja, sebenarnya 
tetap menjadi perempuan dari tiga bangku.  Suara-suara mereka sangat 
berbeda, saling mengisi dan saling memperkaya.  Selamat berkarya.  
Terimalah penghargaan dan rasa terima kasih tak terhingga, untuk 
terbitnya buku ini; dan untuk disebarkannya pengalaman serta aspirasi 
hidup yang berharga. Kutipan dari kata pengantar Eka Budianta, penyair, dan sastrawan
KOMENTAR SEJAWAT:
 Tiga bangku senja, bukan satu meja karena berbeda 
pergulatan mereka. Perbedaan antara Diah Hadaning menggambarkan kontras 
antara “kota yang meraung, pembaruan yang tak berujung”, dengan “kaki 
gunung perempuan berkidung. Kemudian Tandy yang membuat imaji bertindih -
 menyusup, bertumpangan – berkelindan. Antara imaji mandi rembulan, 
cinta, dan imaji waktu yang mencuri kesetiaan. Sebagai kosmopolit,  
Yvonne mengembara tetapi tetap berjangkar, berakar pada leluhur dan 
musik jiwa, serta kisah pahit yang butuh senyum. Tiga senandung 
Hadaning, Tandy, Yvonne yang berbeda, tiga bangku pada satu meja sekolah
 kehidupan.  Toety Heraty, penyair dan budayawan
 Diah Hadaning penyajak pengungkap dunia 
sosial-kemasyarakatan wong cilik yang ditulis secara terus terang tanpa 
tedeng aling-aling. Sajak-sajaknya terbuka dan menantang. Yvonne de 
Fretes  merupakan penyair liris dengan sajak-sajak lembut yang menyentuh
 relung-relung peka hati nurani. Sajak-sajaknya dalam buku ini adalah 
estafet indah perjalanan kreatif seorang pencari di dunia puitik. Iriani
 R. Tandy penyair penggali keakuan yang mencerminkan penemuannya 
terhadap personalitas diri sendiri. Gambaran-gambaran yang dilukisnya 
sangat memukau dan menggiriskan membuat pembaca larut ke dalam pesona 
bahasa dan imajinasinya. Korrie Layun Rampan, Sastrawan, pendiri/ pengelola Rumah Sastra dan  Pemred Suara Borneo

